A.
Definisi
Malaria adalah penyakit yang
disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium,
yang dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan
menghancurkan sel-sel darah merah yang
ditularkan oleh nyamuk malaria ( Anopheles ). Plasmodium ini merupakan
protozoa obligat intraseluler. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau
jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto
P.N.2000)
B.
Jenis Plasmodium
Plasmodium pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan
gejala demam. anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat)
jenis plasmodium, yaitu :
1.Plasmodium vivax
menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).
2.Plasmodium malariae
menyebabkan malaria quartana
3.Plasmodium falciparum
menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna). menyebabkan malaria
malariaeatau malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari
keempat.
4.Plasmodium ovale
menyebabkan malaria ovale. Malaria ini merupakan jenis ringan dan dapat sembuh
sendiri
5.Plasmodium Knowlesi
C.
Klasifikasi
Kerajaan :
Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : P. malariae
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : P. malariae
D.
Proses Kehidupan Plasmodium
Sebagaimana makhluk hidup lainnya,
plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang meliputi:
1.
Metabolisme (pertukaran zat).
Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat
makanan dari haemoglobin sel darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan
sisa berupa pigmen yang terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa
dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi.
2.
Pertumbuhan.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan
morfologi yang meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari
bagian-bagian sel. Perubahan ini mengakibatkan sifat morfologi dari suatu
stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi bervariasi.Setiap proses
membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada sediaan
darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan jam
siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi
parasit yang sama pada lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda.
3.
Pergerakan.
Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya
yang berbentuk kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada Plasmodium vivax, penyebaran
sitoplasma ini lebih jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma.
Bentuk penyebaran ini dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
4.
Berkembang biak.
Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel
menjadi beberapa sel baru. Ada dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium,
yaitu:
a. Pembiakan seksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses
sporogoni. Bila mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina)
terhisap vektor bersama darah penderita, maka proses perkawinan antara kedua
sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang
kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir
ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor.
Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai
menjadi sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik
atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus
sporogoni, pada masing-masing spesies plasmodium adalah berbeda, yaitu:
Plasmodium vivax: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 30-40 butir dan siklus sporogoni
selama 8-9 hari. Plasmodium falsiparum: jumlah sporozoit dalam ookista adalah
10-12 butir dan siklus sporogoni selama 10 hari. Plasmodium malariae: jumlah
sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28
hari.
b.
Pembiakan aseksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses
sizogoni yang terjadi melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti
troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan seterusnya sampai batas tertentu
tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti telah selesai,
sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru
yang disebut merozoit.
5.
Reaksi terhadap rangsangan.
Plasmodium memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang
dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri seandainya
rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium bisa
membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang
digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan
aseksual di dalam sel darah merah manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan
(stadium) plasmodium yaitu:
a.
Stadium tropozoit, plasmodium ada
dalam proses pertumbuhan.
b. Stadium sizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan.
c. Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
b. Stadium sizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan.
c. Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
Oleh karena dalam setiap stadium
terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit juga akan mengalami
perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat
tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit
dewasa. Sizon muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua,
dan gametosit matang.
Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi sizon muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi sizon muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Di sini dapat dikatakan, proses dari
sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut satu siklus. Lamanya siklus
ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk tiap
spesies plasmodium.
Pada plasmodium falsiparum: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon
dewasa sebanyak 32 dan lama siklusnya 24 jam. Artinya reproduksi tinggi dan
cepat sehingga kepadatan troposoit pada darah sangat tinggi.
Plasmodium vivax:
jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16 dan lama siklusnya
48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan
troposoit pada darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di
dalam satu sel sizon dewasa sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya
reproduksi lebih rendah dan lebih lambat. Ini mungkin yang menjadi penyebab
jarangnya spesies ini ditemukan.
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan Plasmodium malariae 18 hari.
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan Plasmodium malariae 18 hari.
E.
Siklus Plasmodium
Parasit
malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles
betina.(Harijanto P.N.2000)
a.
Silkus
Pada Manusia
Pada
waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama
kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan
menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri
dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang
lebih 2 minggu. Pada P.
vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes
RI.2006)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan
masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel
darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon
(8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.
Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar
akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan
siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan
dan betina. (Depkes RI. 2006)
b.
Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah
yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina
melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya
akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(Harijanto, 2000)
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai
dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang
ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium.
Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai
|
dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(Harijanto, 2000)
F.
Patogenesis
Patogenesis
malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding
dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung
parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan
fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa
mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah.
Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan
makrofag.
Pada
malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke
dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting
Menurut
pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1.
Penghancuran
eritrosit
2.
Mediator
endotoksin-makrofag
3.
Sekuestrasi
eritrosit yang terluka
Patogenesis
penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya
digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian penyakit
diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit,
simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan berbagai
variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan jender dan
simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit
penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari terjadinya
penyakit malaria.
G.
Patologi Malaria
Sporozoit
pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan
reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang
merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi
malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya
perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset
eritrosit yang terinfeksi.
H.
Penularan
Malaria
Penyakit
malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp yang hidup
dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup
dalam tubuh manusia. Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah
terjadi akibat adanya interaksi antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan
Environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium,
nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai
parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan
faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik,
biologi dan sosial ekonomi.
I.
Manifestasi
Klinis
Malaria
sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai
gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl
Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik)
banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali. (Mansyor A dkk, 2001)
Manifestasi
umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa
inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae),
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi
hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk
atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium
aseksual). (Harijanto P.N, 2000)
2. Keluhan-keluhan
prodromal
Keluhan-keluhan
prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit
kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut
tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan
prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.
falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas. (Harijanto
P.N, 2000)
3. Gejala-gejala
umum
Gejala-gejala
klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan:
a. Periode dingin
Dimulai
dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya
dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar,
pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara
15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk,
2001)
b. Periode panas
Wajah
penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh
tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya,
respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat
terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai
2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)
c. Periode
berkeringat
Penderita
berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek
dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006)
Anemia
merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering
ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari
dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.
(Harijanto P.N, 2006)
Hampir
semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada
infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih
komplikasi sebagai berikut (Harijanto P.N, 2000):
1. Malaria
serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat
(Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/μl.
3. Gagal ginjal
akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada
anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia:
gula darah <40 mg%.
6. Gagal
sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau
perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan
spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik
adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang
lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9. Asidosis
(plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik
hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria
pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa
post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler
jaringan otak.
J.
Diagnosis
Diagnosis
malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes
diagnostic cepat (Rapid Diagnotic Test)
K.
Prognosis
1.
Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan. (Depkes RI, 2006)
2.
Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50% (Depkes
RI,2006)
3.
Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada
gangguan 2 atau lebih fungsi organ. (Depkes RI, 2006)
a. Mortalitas
dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
b. Mortalitas
dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
c. Adanya
korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan
parasit <100.000/μL, maka mortalitas <1%.
- Kepadatan
parasit >100.000/μL, maka mortalitas >1%.
- Kepadatan
parasit >500.000/μL, maka mortalitas >5%.
L.
Pencegahan Penyakit Malaria
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah
satu langkah yang penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam
hari ini. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat
setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk dapat
dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk
(repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun
lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar
infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan
pakaian yang bergantungan serta genangan air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti
larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops)
pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang
biak di rawa payau sepanjang pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat
satu bulan sebelum seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat
tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya mengkonsumsi obat antimalaria,
misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria.
Aturan pemakaiannya adalah :
Pendatang sementara ke daerahî endemis, dosis klorokuin adalah 300
mg/minggu, 1 minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu
setelah kembali.
Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap
tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3
bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuinî
dosis tunggal 600 mg jika daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten
terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak tiga tablet.
M.
Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria adalah
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mengurangi kesakitan, mencegah
komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat
malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
-Membunuh semua stadium dan jenis parasit
-Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
-Toksisitas dan efek samping sedikit
-Mudah cara pemberiannya
Ada beberapa jenis obat yang dikenal
umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit malaria, antara lain:
1.
Klorokuin
Kerja obat :
- sizon darah : sangat efektif
terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala klinis dan
menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut,
demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila
penyembuhan lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap
Plasmodium falciparum yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan
mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap
gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet muda.
Farmokodinamika :
- menghambat sintesa enzim parasit
membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA
sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA terganggu.
Toksisitas :
- Dosis toksis: 1500 mg basa
(dewasa)
- Dosis lethal: 2000 mg basa
(dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih besar / sama dengan 30 mg
basa/kg BB.
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti
mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan kosong
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- gangguan pendengaran
Formulasi obat:
- Tablet (tidak berlapis gula):
Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg berntuk garam dan Klorokuin
sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa klorokuin disulfat per ampul.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa klorokuin disulfat per ampul.
2.
Primakuin
Kerja obat :
- sizon jaringan: sangat efektif
terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae tidak diketahui.
- sizon darah: aktif terhadap
p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi sehingga perlu
hati-hati.
- gametosit: sangat efektif terhadap
semua spesies parasit.
- hipnosoit: dapat memberikan
kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika :
Menghambat proses respirasi
mitochondrial parasit (sifat oksidan) sehingga lebih berefek pada parasit
stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
Toksisitas :
- Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa)
atau 1-4 mg/kgBB/hari
- Dosis lethal lebih besar 240 mg
basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
- Gangguan gastro-intestinal seperti
mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila dalam keadaan kosong
- Kejang-kejang/gangguan kesadaran
- Gangguan sistem haemopoitik
- Pada penderita defisiensi G6 PD
terjadi Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.
3.
Kina
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif
terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies lain cukup efektif.
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies lain cukup efektif.
Farmakodinamika :
Terikat dengan DNA sehingga
pembelahan RNA terganggu yang kemudian menghambat sintesa protein parasit.
Toksisitas :
- dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
- dosis lethal: lebih besar dari 8
gr/hari (dewasa)
Efek samping :
Chinchonisme Syndrom dengan keluhan
antara lain pusing, sakit kepala, gangguan pendengaran –telinga berdenging
(tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan kabur.
Formulasi obat:
- Tablet (berlapis gula), 200 mg
basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)
4. Sulfadoksin Pirimetamin (SP)
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif
terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap parasit lain dan
menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis tunggal
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Pirimakuin)
- Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan gametosit
Farmakodinamika :
- Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan gametosit
Farmakodinamika :
- primetamin, terikat dengan enzym
Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat terhambat sehingga
pembelahan inti parasit terganggu
- SP menghambat PABA ekstraseluler
membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan sitoplasma parasit
Toksisitas :
- sulfadoksin, dosis toksis
4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)
- pirimetamin, dosis toksis 100-250
mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 250 mg/hari (dewasa)
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti
mual, muntah
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- haemolisis, anemia aplastik,
trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD
Kontra indikasi :
- idiosinkresi
- bayi kurang 1 tahun
- Defisiensi G6PD
Formulasi obat :
500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg
pirimetamin.
5. Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif, bagian yang digunakan adalah
daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan banyak cabang. Tingginya Cuma 50 – 80
cm. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik
(menghilangkan demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita
malaria dalam melawan penyakitnya. Dalam penelitian in vivo (di dalam tubuh
makhluk hidup), daun sambiloto memang tidak mematikan P. berghei pada mencit.
Namun, mencit yang tertular bisa diperpanjang masa hidupnya karena hati dan
limpanya terlindung dari kerusakan. Dengan demikian penggunaan daun sambiloto
dapat menunjang penggunaan obat plasmodicide (bersifat menghancurkan
plasmodia).
Hasilnya, sudah terlihat pada
pemberian pertama. Meski begitu, dianjurkan untuk menggunakannya secara
terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan sebagai obat oral tunggal
tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya diperlukan sekitar setengah
genggam daun sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas minum
air bersih hingga tinggal sekitar ¾ bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi
madu (kalau dirasa perlu), air rebusan sudah siap dijadikan obat tradisional
untuk malaria. Dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing
sebanyak ¾ gelas minum.
6.
Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan
sebagai alternatif bahan obat tradisional adalah bratawali (Tinospora crispa
Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat dengan gemang batang sebesar kelingking
orang dewasa. Batangnya dipenuhi benjolan-benjolan kecil.
Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya terkandung alkaloid. Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-muntah. Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang sukar diobati. Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai obat deman telah diuji oleh dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus demam berselang (mungkin demam sebagai gejala malaria).
Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya terkandung alkaloid. Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-muntah. Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang sukar diobati. Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai obat deman telah diuji oleh dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus demam berselang (mungkin demam sebagai gejala malaria).
Serbuk batang bratawali termasuk
bahan yang PNT. Infusnya bersifat antipiretik. Sifat inilah yang meringankan
penderitaan penderita malaria. Namun, belum diketahui apakah sifat ini
disebabkan alkaloid yang dikandungnya atau oleh sebab lain. Yang pasti, dalam
penelitian bahan ini tidak menurunkan jumlah eritrosit mencit yang tertular P.
berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat
tunggal tradisional diperlukan ¾ jari batang bratawali segar. Batang itu
dipotong-potong seperlunya lalu direbus di dalam 4 ½ gelas minum air hingga
tinggal separuhnya. Air rebusan disaring, diberi pemanis gula atau madu
secukupnya. Hasilnya siap diminum sebagai obat oral. Tiap hari penderita
dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing ¾ gelas minum.
9. Vaksin
9. Vaksin
Kurang memuaskannya hasil penanganan
selama ini mengakibatkan para ahli sependapat bahwa harapan untuk memenangkan
perang melawan malaria terletak pada ditemukannya vaksin antimalaria. Dari ke
empat spesies plasmodium, yang paling banyak menimbulkan kematian adalah P
falciparum sehingga prioritas penemuan vaksin ditujukan terhadap spesies ini.
Sementara ini telah diteliti empat kemungkinan pendekatan tata kerja vaksin:
1. pada stadium pre erythrocyt (sel
darah merah),
2. pada tingkat blood stage.
3. pada transmission blocking.
4. kombinasi ketiganya atau multi
stage vaccine.
Vaksin yang bekerja pada stadium pre
erythrocyte di desain untuk mencegah infeksi ke sel darah merah yakni mencegah
pelepasan merozoit dari hati. Makanya vaksin tersebut sangat penting peranannya
bagi strategi penemuan multi stage vaccine selanjutnya.
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi multiplikasi parasit di dalam darah. Sehingga mengurangi gejala klinis penyakit, namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi. Kemungkinan mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap protein permukaan merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau menginduksi toksin antimalaria
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi multiplikasi parasit di dalam darah. Sehingga mengurangi gejala klinis penyakit, namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi. Kemungkinan mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap protein permukaan merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau menginduksi toksin antimalaria
Sedangkan vaksin
transmission-blocking vaccinee (TBVs) bertujuan mencegah transmisi parasit dari
manusia ke nyamuk dan vaksin jenis ini digabungkan dengan vaksin berbagai
tingkat yang lain (liver dan blood stage).
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua tingkat pada siklus parasit malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan tipe SPF66 suatu tipe peptide vaksin. Pada awalnya SPF66 memberikan hasil yang menjanjikan, namun dalam percobaan skala besar penelitian fase III hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang dikembangkan serta vaksin multi stage berbasis DNA juga mulai dikembangkan .
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua tingkat pada siklus parasit malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan tipe SPF66 suatu tipe peptide vaksin. Pada awalnya SPF66 memberikan hasil yang menjanjikan, namun dalam percobaan skala besar penelitian fase III hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang dikembangkan serta vaksin multi stage berbasis DNA juga mulai dikembangkan .
Untuk mengatasi plasmodium memang
diperlukan vaksin kompleks namun ternyata penambahan berbagai elemen justru
hasilnya kontra produktif. Penemuan genetic tools yang baru seperti
transcriptome dan teknologi analisa proteome diharapkan membuat para ahli dapat
lebih memahami biologi dari plasmodium sehingga dapat menolong untuk pengembangan
vaksin dan obat antimalaria yang baru.
Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun tetap harapannya terletak pada vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang memenuhi syarat, bahkan pengembangannya masih banyak tantangan. Para ahli tetap mengupayakan ditemukannya vaksin antimalaria terutama vaksin multi stage.
Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun tetap harapannya terletak pada vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang memenuhi syarat, bahkan pengembangannya masih banyak tantangan. Para ahli tetap mengupayakan ditemukannya vaksin antimalaria terutama vaksin multi stage.